Rabu, 23 September 2009

Berpikir dan Bertindak Ilmiah?

"selalu mencari dan membela kebenaran ilmiah.."


Penggalan kalimat yang menggugah, bukan? Sebagai insan akademis, mahasiswa seharusnya menjadi kumpulan orang-orang yang selalu mencari dan membela kebenaran ilmiah, karena mengikuti watak ilmu itu sendiri. Apa sih definisi kebenaran ilmiah? Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian antara pikir dan benda-benda (Barnadib, 1996:67).

Kebenaran ilmiah berarti sesuatu yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan kaidah keilmuan atau metoda ilmiah. Logika berpikirnya lengkap, mulai dari bab pendahuluan, dasar teori, pengolahan data, kemudian akhirnya memperoleh kesimpulan. Prosesnya padu dan dapat diulang, sehingga hasilnya insya Allah teruji. Celetukan seorang teman, menurut dia, kebenaran ilmiah adalah ‘kebenaran yang bisa diujikan kembali oleh orang lain dengan metoda tertentu dan mendapatkan kebenaran yang sama’.


Sejatinya, logika ini menjadi pegangan kaum akademisi. Logika ini menjadi prinsip yang selalu dipegang dalam kesehariannya. Ide yang dikeluarkan maupun yang dituangkan ke dalam aksi-aksi nyata harus memiliki landasan berpikir yang jelas dan teruji. Yang jelas, tidak hanya untuk kegiatan akademis - baca: kuliah, belajar, asistensi - saja kita menjadi 'insan akademis'. Bagaimana dengan aktivitas mahasiswa lainnya? Olahraga? Main musik? Kritik dan kontrol sosial? Penelitian? Yah, kenapa tidak? Bukankah ini yang menjadi keunikan sekaligus kekuatan kita dengan menyandang titel mahasiswa? Mencari dan membela kebenaran ilmiah....


Apa kabar kultur ilmiah hari ini? Diskusi, membaca, atau menulis? Berapa banyak orang bertanya? Berapa orang peduli untuk mencari jawabannya?


Jaman sekarang, katanya sih, susah sekali mengajak anak-anak untuk berdiskusi. Cepatnya arus informasi, getolnya bungkus-oriented, banyaknya asupan budaya instan, dan pola pikir bahwa 'wacana itu tidak konkrit' membuat kita menjadi manusia-manusia yang mengedepankan hasil instan, tapi kurang bernyawa. Kerja, kerja, dan kerja. Tapi hampa. Wah, mungkin ada sesuatu yang hilang disana. Nilai yang diperjuangkan.


Mendengar kata ilmiah saja mungkin kita sudah kabur duluan. Seakan ada beban super berat atau sesuatu yang 'ga gue banget' di sana. Entah sejak kapan, pergeseran makna membuat kesan pembicaraan tentang nilai-nilai dan idealisme hanya jadi konsep semata. Seakan langit semakin tinggi dan lupa untuk menapak bumi. Akhirnya, malah terbagi menjadi dua kubu, kelompok konseptor vs kelompok eksekutor. Konseptor yang memperjuangkan nilai, sementara eksekutor yang memperjuangkan konkrit. Semakin tajam, semakin hiperbola pula ekstremisme yang terjadi. Padahal, tidak akan ada sukses ketika konsep yang kuat tidak tereksekusi dengan baik, begitu pula sebaliknya. Wacana dan diskusi membuat aksi kita jadi bernyawa, sementara aksi nyata menjadikan kita orang-orang yang berintegritas. Jadi, tidak penting kan untuk mempertentangkan mana yang lebih penting diantara keduanya?


Saya rasa, setiap orang harus punya prinsip dan idealisme yang diperjuangkan. Dan, harus ilmiah juga argumennya, kenapa itu yang diperjuangkan, kalau merasa mahasiswa. hehe. Berpikir dan bertindak ilmiah bukan cuma kerjaan macam mahadewa atau mahadewi, melainkan sesuatu yang harusnya menjadi keseharian kita. Menjadi kebiasaan kita saat mencipta, merasa, mengarsa. Ada visi besar dibalik semuanya, yang menggerakkan kita.


Cara paling mudah, mulailah menjadi orang-orang yang bertanya-tanya. Kenapa bumi bulat? Kenapa langit biru? Kenapa bola bundar? Pertanyaan-pertanyaan yang mungkin dulu ketika masih kecil sering kita tanyakan, tapi mungkin kita tidak ingat kalau kita pernah mempertanyakan atau malah sekarang sudah tahu jawabannya. Bisa jadi, justru kita sekarang punya kesempatan dan akses lebih untuk mencari tahu jawabannya. Kita pun harus bertanya kembali, kenapa kita kuliah? Apakah karena kewajiban? Atau, karena ingin mendapat ilmu? Bagaimana dengan tujuan hidup kita? Mau jadi apa kita sebenarnya? Kontribusi macam apa yang bisa kita tawarkan?


Metode berpikir ala bangku pendidikan akan berguna jika kita mengujicobanya langsung lewat eksperimen hidup. Banyak bertanya dan mempertanyakan, lalu mengolah untuk mencari jawabnya. Dengarkan apa pendapat lingkungan sekitar. Apa kata dunia untuk menjawab pertanyaan kita. Berdiskusilah untuk menemukan jawaban. Berawal dari pertanyaan sederhana, nantinya kita akan mempertanyakan sistem yang lebih besar dan menemukan jawabannya. Dan, nantinya kita akan bertanya kenapa bangsa kita masih terjebak krisis. Dan kemudian, kita akan lanjut berdiskusi tentang peluang yang bisa diambil agar Indonesia bisa bangkit dan menjadi bangsa yang besar.


Kita bisa. Kita punya cukup sumber daya untuk melakukan itu. Hanya tinggal memulai.


never ending asking, never ending learning. jadilah orang-orang yang berpikiran terbuka.


ada pepatah mengatakan, pikiran itu seperti parasut. bekerja baik saat ia terbuka.


SFS08

- 25 November 2008


Sumber :

Shana Fatina Sukarsono

http://www.km.itb.ac.id/web/index.php?option=com_content&view=article&id=99:berpikir-dan-bertindak-ilmiah&catid=75:diskusi-diluar-isu-energi-pangan-dan-pendidik

23 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar